Jumat, 30 Oktober 2015

PARA penghafal Kitab Alfiyah Ibnu Malik Pon Pes. Al Mukhtar Adipala ini boleh jadi merupakan bagian dari generasi "langka" di dunia. Pada saat arus modernitas menerjang deras, para santri putra-putri di Pondok Pesantren Al Mukhtar Adipala Cilacap ini sanggup menghafalkan Kitab Alfiyah Ibnu Malik.
Menghafalkan kitab yang berisi lebih dari 1.000 bait, tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk dapat menguasai seluruh kandungannya, seorang santri paling tidak harus membacanya berulang-ulang, mengingat berkali-kali, dan memahaminya.
Alfiyah angkatan ke-4 //2013
"Butuh waktu dua tahun untuk bisa khatam Kitab Alfiyah," kata Uswatun Khasanah, seorang santri setelah acara khataman, Sabtu malam (29/5). Bersama 21 santri lain, malam itu santri yang kerap dipanggil Uus mengumandangkan baris-baris yang sarat dengan ajaran tata bahasa.
Kitab Alfiyah boleh disebut sebagai kitab kunci, karena kitab itu mengajarkan ilmu membaca kitab yang lain.
"Kalau santri khatam dan paham isi kitab Alfiyah, insya Allah dia bisa membaca kitab bertuliskan huruf hijaiyah tanpa harakat," tutur Lina, seorang santri lainnya.
Sebut saja pada bagian awal, Kitab Alfiyah mengajarkan tentang definisi kalimat, dan pembagian kalimat. Berikutnya disebutkan perubahan akhir kalimat akibat menerima harakat tanwin.
Berjuang Melawan Lupa
Perjuangan manusia yang paling berat adalah perjuangan melawan lupa. Sebab, lupa adalah kodrat manusia. Namun, santri-santri berusia belasan tahun itu membuktikan, segala godaan akan melebur menjadi semangat jika manusia mau membersihkan hati dan pikiran.
"Setiap kali menghafalkan baris-baris dalam Kitab Alfiyah, selalu saja ada godaan yang menghampiri. Namun, segala godaan itu sirna kalau kita melawannya dengan niat yang kuat," ucap gadis yang nyantri bersama saudara kembarnya itu.
Bagi santri seusia mereka, puasa adalah sebentuk latihan memerangi godaan yang sering hinggap. Santri-santri itu juga punya trik khusus agar cepat mempelajari kalimat-kalimat yang dihafalkan. Biasanya, santri putri belajar di pagi buta, menjelang shalat subuh.
 Ketabahan hati, keikhlasan niat pun diuji, dan sesekali harus diasah selama bertahun-tahun. Ketika sampai pada waktunya, mereka yang berhasil melawan godaan pun merasa wajib mengucap syukur.
"Alhamdulillah, beberapa di antara santri bisa hafal," ujar KH Ahmad Tamam, pengasuh Yayasan Al Mukhtar Adipala Cilacap. "Semoga anak-anakku dapat menjadi penerus dan penerang jalan bagi generasi mendatang."
Rasanya tak berlebihan, di tengah hiruk-pikuk duniawi yang semakin sulit dibendung, pembicara memberikan petuahnya. Zaman saiki iku zamane wis mbleret/ umpama srengenge iku wayah arep surup// Zamane ora padhang meneh/ sebabe ati saya peteng// Mula iku butuh pepadhang dalan/ kanthi ngelmu kalamullah// (Emka)
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan baik. Untuk kemajuan bersama

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!