Sabtu, 17 Oktober 2015

Kiyai
Lain halnya dengan sebutan kiyai, yang bukan istilah baku dari agama Islam. Panggilan kiyai bersifat sangat lokal, mungkin hanya di pulau Jawa bahkan hanya Jawa Tengah dan Timur saja. Di Jawa Barat orang menggunakan istilah Ajengan.
Biasanya istilah kiyai juga disematkan kepada orang yang dituakan, bukan hanya dalam masalah agama, tetapi juga dalam masalah lainnya. Bahkan benda-benda tua peninggalan sejarah pun sering disebut dengan panggilan kiyai.
Melihat realita ini, sepertinya panggilan kiayi memang tidak selalu mencerminkan tokoh agama, apalagi ulama.  Sedangkan panggilan ustadz, biasanya disematkan kepada orang yang mengajar agama. Artinya secara bebas adalah guru agama, pada semua levelnya. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan kakek dan nenek. Namun hal itu lebih berlaku buat kita di Indonesia ini saja.
Istilah ini konon walau ada dalam bahasa Arab, namun bukan asli dari bahasa Arab. Di negeri Arab sendiri, istilah ustadz punya kedudukan sangat tinggi. Hanya para doktor (S-3) yang sudah mencapai gelar profesor saja yang berhak diberi gelar Al-Ustadz. Kira-kira artinya memang profesor di bidang ilmu agama.
Jadi istilah ustadz ini lebih merupakan istilah yang digunakan di dunia kampus di beberapa negeri Arab, ketimbang sekedar guru agama biasa.
Adapun nama tokoh seperti yang anda sebutkan di atas, mungkin lebih tepat untuk disebut dengan profesinya, yaitu penceramah. Karena kerjanya memang berceramah ke sana ke mari. Sedangkan untuk disebut sebagai ulama atau ustadz, kalau kita mengacu kepada penggunaan istilah yang baku dan formal, rasanya memang kurang tepat.
Dengan demikian dakwah akan mengantarkan kita kepada tugas-tugas yang meliputi kesadaran yang amat luas. Sebagai ilustrasi misalnya, dalam pengertian da'I bukan saja mencakup mubaligh (dalam makna yang sempit), malainkan juga mereka akan tekun mengkaji dam menyebarkan nilai-nilai normatif Islam menjadi konsep-konsep yang secara teknis mudah dijalankan dalam masyarakat (Operasional). Termasuk juga dalam pengertian da'i, mereka para pekerja sosial, para penggerak masyarakat, para penyantun fakir miskin dan anak yatim, para pendidik, pada penulis, dan siapapun yang kegiatannya itu dalam rangka menterjemahkan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Disisi lain, fungsi kerahmatan dakwah juga mengisyaratkan, adanya tuntutan bagi mereka yang terpanggil sebagai khairu ummah, membuktikan kebenaran islam sebagai rahmatan lil alamin. Suatu tugas akbar, yakni menterjemahkan Islam dalam konsep-konsep kehidupan yang dapat menjawab persoalan-persoalan yang timbul dalam sistem budaya manusia.
Dalam perkembangannya, khususnya di kalangan masyarakat muslim Indonesia, gelar ini tidak hanya disandang oleh para da'i dari Yaman saja, karena warga telah memuliakan mereka sebagai pemimpin mereka tanpa melihat asal-usul keturunan dengan alasan seorang menjadi alim tidak diakibatkan oleh asal keturunannya. Selain itu terjadi pula pelanggaran terhadap aturan, dengan menarik garis keturunan secara matrilineal (keturunan dari perempuan juga diberi hak menyandang "habib") walaupun akhirnya pernyataan ini hanyalah sebuah fitnah dari kaum orientalis untuk menghilangkan rasa hormat masyarakat ndonesia terhadap kaum kerabat Nabi Muhammad. 

Gus
Gus juga identik dengan NU. Maklum, Gus adalah sub kultur pesantren, terutama pesantren Jawa. Di lingkungan pesantren, orang dengan mudah menyebut Gus kepada seorang yang dihormati. Dan yang dipanggil Gus juga merasa dihargai karena secara strata sosial panggilan Gus memang lebih tinggi dan mengandung makna penghormatan, paling tidak secara kultural.
Namun Gus kadang juga bermakna kontroversial. Nah, ini tampaknya karena popularitas panggilan Gus itu bermula dari Gus Dur yang dikenal luas sebagai tokoh kontroversial. Secara berseloroh bahkan saya katakan Gus Dur itu kontroversial karena masyarakat selalu memanggil Gus Dur. Hanya dalam acara-acara resmi dan tertentu saja masyarakat memanggil Gus Dur dengan sebutan KH Abdurrahman Wahid. Kebiasaan ini tentu mengimbas kepada Gus yang lain. KH Ir Salahuddin Wahid, adik Gus Dur, misalnya. Orang merasa lebih nyaman memanggil Gus Solah

Categories: ,

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan baik. Untuk kemajuan bersama

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!